EKSTRAKURIKULER TEATER NAHDLIYAH DENGAN METODE BIMBINGAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MULTI MEDIA

ImageTeater dikenal sebagai induk dari segala genre seni (mother of art). Berbagai disiplin seni, seperti musik, seni rupa, seni tari, seni vokal, dan bahasa dan sastra merupakan unsur-unsur penting yang mengkristal di dalam seni teater. Teater pula sering mendapat sebutan seni kolektif. Karena banyak personal, Seperti: Sutradara, Asisten Sutradara, Penulis Naskah Lakon, Penata Setting atau Penata Dekorasi, Penata Make-Up dan Busana, Penata Musik, dan Aktor-Aktris terlibat di adalamnya.

            Teater seperti kapas menyimpan air. Semua air terhisap ke dalamnya. Dan akan menetes kembali sebagai ilusi tentang kita yang ditatap, ritual waktu dengan cerita-ceritanya, teriakan tidak bersuara dari lorong bahasa dan benda-benda.
            Teater menggelembungkan ego, tetapi kemudian menggiring menjadi setiap ego untuk berhadap-hadapan dengan aku-nya sendiri. Entah dia seorang aktor, seorang sutradara, seorang yang selalu sibuk dengan urusan seni, atau bahkan seorang pecundang yang merasa dirinya paling tahu; seorang yang senang mengeritik, tetapi juga seseorang yang paling anti kritik; seorang pengangguran yang merasa paling sibuk di balik istilah teater. Teater, seni yang selalu menantang untuk mengisi panggung, dramaturgi dan bagaimana penonton mau mendatanginya.
Jika teater kehilangan daya tarik dan ditinggalkan penonton maka yang patut disalahkan adalah orang teater.Bukan para penonton, juga bukan masyarakat kesenian ataupun masyarakat umum.Mengapa?Karena daya tarik teater datang dari orang teater, dicipta oleh orang teater.Penonton hanya menonton, menikmati lalu menyerap dengan mata, rasa, dan hati kemudian mencaci maki atau memuji, atau menghargai dan berbagi.
Jika tidak ada lagi yang berminat mempelajari teater, yang patut disalahkan adalah para teaterawan pula, bukan teater itu sendiri atau anggota atau masyarakat yang tidak sudi datang untuk belajar.Mengapa? Karena teater hadir dan bergulir bersama komunitas.Hakikat teater adalah kebersamaan.Sudah terbukti sejak lama, bahwa, peristiwa teater dibangun secara kolektif.Peristiwa teater lahir dari kegiatan bersama.Ritual bersama.
Para teaterawan wajib mencipta komunitas kebersamaan, lalu menjaganya, dan bukan malah memepertajam kesendirian. Teater merupakan gabungan dari rasa, pikiran, dan tindakan.Rasa menajamkan kepekaan, pikiran bisa melahirkan teori, dan tindakan menyatukan serta membutuhkan hasil nyata.Maka, jika terjadi penyimpangan (melulu kesendirian), kesinambungan bisa mandek. Bisa jadi, teater kemudian akan dipandang sebagai alien, “monster”yang mengerikan, egoistis, rumit, kompleks, tidak menarik karena terfokus “hanya” kepada diri pribadi personal, sangat subjektif. Dianggap kegiatan yang hanya buang waktu dan buang energy belaka. Lalu, teater pun akan dihindari. Akibatnya, teater bisa terpinggirkan oleh masyarakatnya sendiri.
1.    Jika teater sekolah kehilangan daya tarik, apa upaya orang teater?
2.    Jika teater sekolah mulai kehilangan calon teaterawan, langkah apa yang segera harus dilakukan?
3.    Jika teater sekolah tak menarik lagi untuk dinikmati, apa yang harus dilakukan agar teater kembali memiliki daya tariknya?
4.    Jika teater menjadi media sekolah untuk menarik perhatiaan masyarakat, apa yang harus dilakukan oleh pihak sekolah?
Empat pertanyaan kami itulah yang setiap saat harus ditemukan jawabannya. Dan pertanyaan saat kini, harus dijawab sekarang juga. Sebab, pertanyaan kemarin atau besok, jawabannya akan lain lagi. Pada kenyataannya, setiap zaman dan kawasan punya jawaban sendiri-sendiri, yang tentu saja, masing-masingnya spesifik. Bahkan tindakan penanggulangannya pun bisa berbeda.
Namun yang perlu dicatat adalah, sejak ribuan tahun Sebelum Masehi sejak Zaman Yunani hingga kini, drama hadir dengan persyaratan serupa hampir tidak terjadi perubahan yang drastis. Peristiwa drama selalu digelar secara bersama, pada suatu saat, di sebuah tempat, dan media bermasyarakat.Itulah inti dari pembelajaran drama adanya kebersamaan, pada suatu saat, adanya sebuah tempat pementasan drama, dan sebagai alat media perhatiaan masyarakat.
Itulah inti dari teater bersama, suatu saat, di sebuah tempat.Pernah dengar bahwa peristiwa teater adalah “Hari Ini dan di Sini” itulah inti pembahasan dalam pencapaian suatu tujuan pementasanuntuk mencapai suatu hasil apresiasi teater untuk siswa dan masyarakat lainnya yang merupakan harapan mempelajari teater secara utuh dan esok adalah sekarang.
Teater menjadi khas karena ia memenuhi dinding-dinding kebutuhan manusia akan personifikasi akunya, figurasi tubuhnya, negosiasi identitas dan kehidupan sosial di sekitarnya. Media paling dekat dengan tubuh kita untuk berbagai proses belajar, mengamati, merekam, dan bercermin yang saling bercermin.
Teater menjadi lengkap (utuh) saat “Tiga Kekuatan” berbaur dan bersinergi.Sehingga orang bisa menyebutnya sebagai “Sebuah Peristiwa Teater” seperti pekerja teater (anggota ekstrakurikuler teater), tempat (ruang terbuka atau tertutup), dan komunitas penikmat (penonton atau masyarakat).
Bagi para penggiat teater, tiga kekuatan itu senatiasa wajib untuk di pelajari, diamati, ditakar, ditilik, ditimbang, dan diperhitungkan dalam suatu tujuan suatu proses untuk mencapai suatu hasil apresiasi teater untuk siswa dan masyarakat lainnya.
A.      Persoalan dalam Merancang Metode Pengembangan Teater
            Sebelum mengambil langkah untuk menggairahkan kembali dunia teater lokal khususnya ektrakurikuler teater di sekolah, maka tindakan paling arif yakni mengaji terlebih dahulu perihal berbagai hambatan baik berupa persoalan internal. Sekalipun tidak serumit mengaplikasikan rumusan teoritik ke dalam praktik pembangkitan kembali kehidupan teater di sekolah, namun pengajian ini tidak dapat dikerjakan secara serampangan, instant, dan subjektif.
            Persoalan internal yang menghambat kegairahan kehidupan teater di sekolah dapat dicatat, antara lain: pertama, putusnya benang merah komunikasi dialogis antar generasi. Akibat yang ditimbulkan dari persoalan ini, generasi baru di dalam mempelajari teater serupa sekelompok anak ayam kehilangan induknya. Tidak mendapatkan pengarahan perihal bagaimana berteater yang baik. Alhasil tidak mustahil, apabila setiap pementasan teater dari generasi baru selalu kedodoran dalam manajeman dan pematangan teknis pementasan. Singkat kata, pementasan di bawah standard kualitas.
            Kedua, kecenderungan generasi baru di dalam berteater lebih mengutamakan pentas sebagai tujuan dari pada sebagai bagian dari proses. Akibatnya, apabila pementasan tersebut tidak memenuhi target keberhasilan yang diharapkan, perasaan frustrasi setiap person di dalam kelompok ektrakurikuler teater sekolah akan memperlemah gairah kreativitas selanjutnya. Demikian juga kalau pementasan berhasil, perasaan cepat puas akan menurunkan sikap disiplin di dalam berlatih. Dikarenakan, keberhasilan justu ditangkap sebagai proses kreatif yang pendek dan singkat (kreatif prematur).
            Ketiga, terdapat mis-interpreatasi di lingkup generasi baru di dalam menangkap hakikat ektrakurikuler teater di sekolah. Teater sekadar dipandang sebagai medium pemanjaan romantisme kolektivitas, dan bukan medium pembentukan jati diri setiap person di dalam kelompok tersebut. Akibatnya, setiap latihan dan pementasan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Spirit totalitas kolektif kurang tercermin baik saat latihan maupun pementasan.
B.       Solusi dan Merancang Metode Pengembangan Teater
            Sesudah mengaji berbagai persoalan di muka, kita dapat merumuskan solusi dan merancang metode pengembangan teater untuk disosialisasikan secara luas dan diaplikasikan secara bertahap. Beberapa solusi yang kami tawarkan tersebut, antara lain: pertama, membangun kembali ruang-ruang komunikasi dialogis antar generasi teater khusus ektrakurikuler teater di sekolah. Melalui komunikasi intensif, generasi baru akan memperoleh masukan positif berupa pengarahan tentang proses berteater yang benar baik dalam latihan maupun pementasan.
            Kedua, membangun interaksi dialogis antara generasi teater khususnya ektrakurikuler teater dengan pihak-pihak terkait semisal guru, kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat (untuk teater sanggar atau kelompok bimbingan teater). Interaksi ini guna memberikan penjelasan kepada semua pihak, bahwa teater merupakan medium pencerdasan intelektual, penajaman kepekaan batiniah, dan pemperkokoh kepribadian manusia di tengah gemuruh kehidupan yang semakin kompleks. Teater bukan alat seseorang untuk menghasilkan banyak uang.
            Ketiga, melakukan pendekatan dengan pemerintah. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan bahwa teater merupakan medium refleksi yang berperan untuk mengoreksi kehidupan personal, sosial, bangsa, negara, dan penguasanya. Koreksi ini bukan ditujukan untuk menjatuhkan pemerintah dari kursi kekuasaannya, karena teater bukan alat politis.
Melainkan sebagai medium penyadaran, teater dapat dijadikan medium koreksi atas kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan bentuk pembelajaran drama di sekolah khususnya mata pelajaran Bahasa Indonseia dan Seni Budaya.
            Keempat, melakukan pendekatan dengan publik melalui pentas keliling dari sekolah ke sekolah atau pentas di tempat sendiri dengan mengundang sekolah-sekolah lain khususnya jenjang sekolah yang akan jadi penerus jenjang sekolah tersebut. Pentas yang seyogyanya dikemas dengan menarik dan tanpa biaya mahal diarahkan guna menyosialisasikan ekstrakurikuler teater sekolah secara aktif di ruang apresiasi publik. Hal ini penting, mengingat teater masih diasumsikan publik sebagai konsumsi kaum menengah dan elite. Karena itu agar publik dapat menerima sosialisasi tersebut, pementasan teater tidak harus sarat bahasa simbol, absurd, dan sulit untuk dimengerti, melainkan pementasan dapat dikemas dengan gaya sampakan atau bergaya lenong, ludruk dll.
            Apabila keempat solusi ini dapat diterapkan di dalam upaya menghidupkan kembali kegairahan proses kreativitas di bidang teater khususnya ekstrakurikuler teater sekolah, kami percaya ekstrakurikuler teater sekolahakan memiliki peluang untuk berkembang di masa mendatang. Pengembangan yang tidak sekadar memosisikan ekstrakurikuler teater sekolahsebagai medium edukatif, apresiatif, korektif di dalam lingkup pendidikan yang terbatas, melainkan sebagai promosi sekolah tersebut dengan medium rekreatif bagi pendidikan luas.
Uraian di muka sekadar merupakan pemikiran perihal bagaimana menggeliatkan kembali gairah proses kreativitas di bidang teater khususnya ekstrakurikuler teater sekolah sesudah menyaksikan panggung perteateran semakin sepi dari pewacanaan dari pengamatnya. Sesudah dunia teater tampak mengalami stagnasi kreativitas. Sesudah dunia teater mulai ditinggalkan insan-insan yang pernah habis-habisan behelat di dalamnya, karena tidak pernah menjanjikan kepastian masa depan. Sesudah dunia teater tidak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah.
Pemikiran ini seyogyanya dijadikan renungan yang mengarah pada penentuan sikap bagi beberapa pihak terkait guna bertindak konkret, yakni menggairahkan kembali geliat kreativitas di bidang teater khususnya ekstrakurikuler teater yang ada disekolah. Apapun cara, seperti penyelenggaraaan festival atau lomba teater, workshop, diskusi, seminar, dll adalah baik adanya. Tindakan semacam inilah yang ditunggu-tunggu. Sebab persoalan besar buat dijawab oleh setiap insan teater bukan apa yang kita bicarakan ini, melainkan apa yang kita lakukan sesudah melihat realitas buruk di dalam dunia teater khususnya ekstrakurikuler teater di sekolah tersebut.
Untuk memberi pengetahuan tentang persoalan dan solusi pengembangan bimbingan latihan teater. Kami dari pihak relawan teater mengajukan pelatihan dalam program bimbingan intensif metode pengembangan belajar teater khususnya dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Seni Budaya yang berkaitan dengan materi pemahaman tentang drama. Kami sebagai pihak yang memiliki gagasan dalam mengambil solusi dalam proses pengembangan ekstrakurikuler teater yang ada disekolah ini bertujuan sebagai media promosi SMK NU AN NAHDLIYAH Panguragan.

Leave a comment